DPPPA DUMAI -
DPPPA DUMAI

DPPPA Dumai Sosialisasikan Perda Perlindungan Anak


DPPPA Dumai Sosialisasikan Perda Perlindungan Anak
DUMAI - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Dumai mensosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Kota Dumai Nomor 3 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ini isi lengkap Perda Kota Dumai itu.
 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA DUMAI,
 
Menimbang :
a. bahwa anak adalah anugerah dan karunia Tuhan, mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam kehidupan suatu keluarga, karena itu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan perlakuan salah, penelantaran dan eksploitasi serta memperoleh hak sipil dan kebebasan;
b. bahwa pemenuhan hak anak belum terwujud secara optimal dan masih terdapat banyak anak yang perlu mendapat perlindungan dari berbagai bentuk tindak kekerasan, perlakuan salah, penelantaran dan eksploitasi;
c. bahwa ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak perlu dijabarkan lebih lanjut dengan melakukan upaya pencegahan, pengurangan resiko dan penanganan kasus kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran pada anak, sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak.
 
Mengingat :
 
1. Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi Dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
 
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.
 
Pasal I
 
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606) diubah sebagai berikut:
 
Pasal 2
(1) Perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Perlindungan anak dilakukan dengan prinsip; non diskriminasi; kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; penghargaan terhadap pendapat anak; keterpaduan; dan keterbukaan.
 
Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk: memenuhi dan melindungi anak dan hak-haknya; mencegah segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak;
melakukan upaya-upaya pengurangan resiko terjadinya kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak; melakukan penanganan terhadap korban kekerasan, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, penelantaran dan perlakuan salah; meningkatkan partisipasi anak dalam pelaksanaan perlindungan anak; dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemenuhan dan perlindungan hak anak serta pencegahan, pengurangan resiko dan penanganan terhadap segala bentuk kekerasan, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak.
 
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari tindak kekerasan, eksploitasi dan ketelantaran;
 
Pasal 5
Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap perlindungan anak.
 
Pasal 6
Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggungjawab untuk: menghormati dan memenuhi hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental; menjamin dan melaksanakan perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak;
 
Pasal 7
(1) Pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dilakukan melalui: perumusan kebijakan dan program pembangunan daerah yang berwawasan hak anak, yang dituangkan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah; perumusan kebijakan dan program pembangunan dalam rangka pengakuan, pemenuhan dan perlindungan hak anak secara terpadu dan berkelanjutan; menetapkan kerangka hukum bagi upaya pengakuan, pemenuhan dan perlindungan hak anak sesuai kewenangan pemerintah daerah; merumuskan norma, tolok ukur dan kriteria penilaian pemenuhan dan perlindungan hak anak; memfasilitasi pengembangan kota layak anak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan perlindungan hak anak; melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pemenuhan dan perlindungan hak anak; melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program pemenuhan dan perlindungan hak anak; dan membina dan mengembangkan kelembagaan Perlindungan Anak.
(2) Selain pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi lembaga-lembaga advokasi yang terlibat di dalam pendampingan terhadap anak yang membutuhkan perlindungan khusus sesuai dengan kemampuan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
 
Pasal 8
(1) Masyarakat bertanggungjawab untuk melakukan pencegahan, pengurangan resiko dan penanganan kasus anak korban kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menghormati, memenuhi dan melindungi hak-hak anak;
b. melakukan sosialisasi tentang dampak buruk kekerasan, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, perlakuan salah dan penelantaran terhadap anak;
c. melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan dan/atau perubahan kebijakan tentang perlindungan anak;
d. melakukan pendampingan bagi anak yang menjadi korban;
e. melakukan pelatihan tentang penanganan kasus kekerasan, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, perlakuan salah dan penelantaran kepada pemangku kepentingan;
f. membantu proses rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial;
g. menyelenggarakan tempat pengasuhan sementara bagi anak; dan
h. melakukan koordinasi dan kerja sama dengan para pemangku kepentingan yang terkait dengan penanganan kasus.
 
Pasal 9
(1) Orang tua bertanggung jawab untuk:
a. melindungi, mengasuh dan memelihara anak;
b. mendidik anak dalam hal:
1. menghormati orang tua, wali dan guru;
2. mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi teman;
3. mencintai tanah air, bangsa dan negara;
4. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya;
5. melaksanakan etika dan akhlak mulia; dan
6. menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai dan norma agama pada anak sejak usia dini;
c. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya;
d. menjaga kesehatan anak sejak dalam kandungan;
e. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak;
f. memberikan identitas diri setiap anak sejak kelahirannya yang dituangkan dalam akta kelahiran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
g. dalam hal Anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan Orang Tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk Anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya dan dilengkapi dengan tanda bukti laporan Kepolisian/Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian dan penetapan pengadilan. 
(2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada keluarga yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 
Pasal 10
Ruang lingkup perlindungan anak meliputi:
a. pencegahan;
b. pengurangan resiko; dan
c. penanganan.
 
Pasal 11
(1) Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, meliputi:
a. perumusan kebijakan, program, dan mekanisme tentang:
1. pencegahan, pengawasan, pengaduan/pelaporan dan pengembangan data masalah perlindungan anak;
2. penanganan secara terpadu untuk anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, dan penelantaran;
3. jaminan pemenuhan hak setiap anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, dan penelantaran;
4. penyelenggaraan dukungan untuk keluarga yang meliputi konseling, pendidikan pengasuhan anak, mediasi keluarga, dan dukungan ekonomi; dan
5. upaya untuk meningkatkan pencapaian Standar Pelayanan Minimal yang sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan perlindungan hak anak;
b. peningkatan kesadaran dan sikap masyarakat melalui sosialisasi, edukasi dan informasi mengenai:
1. hak-hak anak, perlindungan anak, dan pengasuhan anak;
2. dampak buruk kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, dan penelantaran anak;
c. peningkatan kapasitas pelayanan perlindungan anak yang meliputi pengembangan kapasitas kelembagaan dan tenaga penyedia layanan; dan
d. peningkatan kemampuan anak untuk mengenali resiko dan bahaya dari tindak kekerasan, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi, perlakuan salah, dan penelantaran.
(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Organisasi Sosial (Orsos), keluarga dan orang tua sesuai tugas, fungsi dan tanggungjawabnya.
 
Pasal 12
Sasaran pengurangan resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, adalah setiap anak yang rentan mengalami setiap bentuk kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi seksual anak dan/atau eksploitasi ekonomi dan penelantaran.
 
Pasal 13
Pengurangan resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, meliputi:
a. anak dalam situasi rentan dengan:
1. mengidentifikasi kelompok anak yang rentan mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran;
2. pendidikan kecakapan hidup atau bentuk pengaturan lain yang dapat mengurangi kerentanan;
b. anak di lingkungan pengasuhan yang mengakibatkan anak dalam situasi rentan, dengan:
1. mengidentifikasi lingkungan pengasuhan yang mengakibatkan anak dalam situasi rentan;
2. memberikan dukungan bagi keluarga yang berada dalam situasi rentan melalui pendidikan pengasuhan anak, pendampingan, konseling, dan pemulihan relasi dalam keluarga;
3. memberikan dukungan jaminan sosial dan peningkatan ketahanan ekonomi bagi keluarga yang berada dalam situasi rentan;
4. penguatan kemampuan keluarga yang memiliki anak dengan HIV/AIDS dan anak dengan disabilitas dalam melakukan perawatan dan pengasuhan;
5. menyediakan atau memfasilitasi tempat pengasuhan sementara bagi anak yang rentan mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran; dan
6. melakukan pengawasan dan evaluasi berkala terhadap lembaga pengasuhan anak di luar lingkungan keluarga;
c. anak di lingkungan pendidikan dengan:
1. mengidentifikasi sekolah atau lingkungan penyelenggaraan pendidikan yang rentan terjadi kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak; dan
2. memfasilitasi peningkatan kemampuan dan keterlibatan tenaga pendidik dalam mencegah dan menangani masalah perlindungan anak;
d. anak di lingkungan masyarakat, dengan:
1. mengidentifikasi wilayah atau kelompok masyarakat yang rentan terjadi kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak;
2. meningkatkan kemampuan Pengurus Rukun Tetangga dan Rukun Warga, aparat Kelurahan dan Kecamatan dalam melakukan Pengurangan Resiko;
3. meningkatkan kemampuan dan mendorong masyarakat dalam menyelesaikan kasus anak yang berkonflik dengan hukum melalui pendekatan keadilan restoratif;
4. pengawasan aktif secara berkala terhadap tempat usaha; tempat hiburan; dan rumah tangga yang mempekerjakan anak;
5. memfasilitasi peningkatan kemampuan aparat penegak ketertiban dan aparat terkait lainnya yang terlibat dalam penanganan anak yang hidup/bekerja di jalanan atau anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual sesuai dengan prinsip penyelenggaraan perlindungan anak;
6. penguatan lembaga masyarakat dalam mencegah tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran pada kelompok rentan;
7. melakukan pengawasan dan evaluasi berkala terhadap lembaga masyarakat yang berperan serta menyelenggarakan layanan perlindungan anak; dan
8. melibatkan organisasi anak di setiap Kecamatan/Kelurahan di daerah untuk ikut melakukan upaya pencegahan kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran pada kelompok rentan.
 
Pasal 14
(1) Upaya pengurangan resiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilakukan oleh:
a. Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;
b. LSM dan Orsos sesuai dengan tugas dan fungsinya;
c. keluarga dan orang tua sesuai dengan lingkup kewajiban dan tanggung jawabnya dalam memenuhi dan melindungi anak.
 
(2) Upaya pengurangan resiko yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya dan Pemerintah Desa/Kelurahan, LSM dan Orsos dilakukan secara terpadu dalam koordinasi SKPD yang bertanggungjawab dalam perlindungan anak.
 
Pasal 15
Sasaran penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, adalah:
a. anak di luar asuhan orangtua;
b. anak dalam situasi darurat;
c. anak yang berhadapan dengan hukum;
d. anak korban kekerasan, baik fisik atau mental;
e. anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
f. anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual;
g. anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang;
h. anak yang menjadi korban penyalahgunaan Napza;
i. anak yang terlibat dalam pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan; 
j. anak yang menyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus;
k. anak dengan HIV/AIDS.
 
Pasal 16
Pelaksanaan penanganan meliputi: pengidentifikasian dan penerimaan pengaduan/laporan; tindakan penyelamatan; tindakan pendampingan; penempatan anak di rumah singgah; rehabilitasi berupa layanan pemulihan kesehatan, layanan pemulihan psikologis, sosial, dan bantuan pendampingan hukum; dan reintegrasi sosial berupa dukungan layanan pasca.
 
Pasal 17
Penanganan terhadap anak yang menjadi korban tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran harus dilakukan dengan segera.
 
Pasal 18
(1) Penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17 dilakukan oleh SKPD terkait dan/atau lembaga layanan yang menangani anak korban kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran dalam layanan terpadu.
(2) Penyelenggaraan layanan terpadu dikoordinasikan oleh SKPD yang tugas pokok dan fungsinya membidangi perlindungan anak.
(3) Penyelenggaraan layanan terpadu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
 
Pasal 19
Ketentuan mengenai tata cara penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 lebih lanjut diatur dengan Peraturan Walikota.
 
Pasal 20
(1) Pemerintah Daerah menyusun perencanaan perlindungan anak untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sesuai kewenangannya yang terdiri atas rencana jangka panjang; rencana jangka menengah; rencana jangka pendek/tahunan; dan RAD KTA.
 
(2) Penyusunan perencanaan perlindungan anak memperhatikan perencanaan perlindungan anak atau perencanaan lain terkait anak dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
(3) Perencanaan perlindungan anak meliputi seluruh ruang lingkup penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan sasaran penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 15.
(4) Perencanaan perlindungan anak berisi kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka pengakuan, penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(5) Penyusunan perencanaan perlindungan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau SKPD yang bertanggungjawab terhadap perlindungan anak.
 
Pasal 21
(1) Rencana Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a, dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(2) Rencana jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah di bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak.
(3) Rencana jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis Perlindungan Anak.
(4) Rencana Jangka pendek/tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)   huruf c, dituangkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
 
Pasal 22
(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dan Pasal 21 berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyusunan rencana perlindungan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, didasarkan atas data dan informasi.
 
Pasal 23
Pelaksanaan perlindungan anak ditujukan kepada:
a. anak dalam kandungan;
b. anak usia dini;
c. anak usia sekolah;
d. anak telantar; dan
e. anak yang memerlukan perlindungan khusus.
 
Pasal 24
(1) Anak dalam kandungan mempunyai hak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Keluarga dan orang tua wajib bertanggungjawab menjaga kesehatan dan merawat anak sejak dalam kandungan.
(3) Pemerintah Daerah, keluarga dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.
(4) Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban memberi perlindungan anak bagi anak dalam kandungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Pasal 25
Bentuk perlindungan anak bagi anak usia dini mencakup pengasuhan dan perawatan, pendidikan, bimbingan agama, bimbingan psikomotorik, bimbingan belajar, bimbingan kepribadian, bimbingan kreativitas/daya cipta, rekreasi, bermain kelompok dan pelayanan kesehatan.
 
Pasal 26
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban memberi perlindungan terhadap anak usia dini sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlindungan anak bagi anak usia dini meliputi:
a. pelayanan kesehatan yang komprehensif sesuai kebutuhan anak;
b. pemberian makanan bergizi dan Imunisasi dasar yang lengkap;
c. stimulasi, deteksi dini, dan intervensi dini tumbuh kembang anak;
d. program pendidikan anak usia dini;
e. program anak asuh; dan
f.  memperoleh akte kelahiran.
 
Pasal 27
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat menyelenggarakan Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Terpadu.
(2) Penyelenggaraan Pos PAUD Terpadu diselenggarakan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
 
Pasal 28
(1) Pemerintah Daerah, masyarakat dan orang tua berkewajiban memberi perlindungan anak bagi anak usia sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlindungan anak bagi anak usia sekolah meliputi :
a. mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga;
b. mendapat bimbingan agama;
c. mendapat pelayanan pencegahan, perawatan dan rehabilitasi kesehatan;
d. mendapat layanan pendidikan yang berkualitas;
e. mendapat pengasuhan dan pendampingan; dan
f. mendapat sarana bermain dan olah raga yang memadai.
(3) Setiap orang wajib melindungi anak usia sekolah dari tindakan kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, diskriminasi, penelantaran dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
 
Pasal 29
Keluarga dan orang tua wajib memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
 
Pasal 30
Anak yang berkebutuhan khusus diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, baik di sekolah reguler maupun di sekolah khusus.
 
Pasal 31
Anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang mengalami kehamilan di luar pernikahan dan anak korban penularan HIV/AIDS dilindungi hak-haknya guna memperoleh pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
 
Pasal 32
Anak usia sekolah yang belum menyelesaikan pendidikan formalnya, dapat menempuh pendidikan melalui satuan pendidikan non formal.
 
Pasal 33
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban memberi perlindungan terhadap anak telantar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlindungan anak bagi anak telantar yang orang tuanya tidak mempunyai kemampuan dan kemauan memelihara anak dilaksanakan melalui bentuk pelayanan di dalam Panti dan di luar Panti.
(3) Bentuk pelayanan Panti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Rumah Perlindungan Anak (RPA) dan Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) baik milik Pemerintah Daerah maupun masyarakat.
(4) Bentuk pelayanan di luar Panti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam lingkungan keluarga atau masyarakat di luar lembaga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) RPA dan PSAA milik masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mendapat rekomendasi dari SKPD terkait dan terdaftar di Instansi terkait;
b. memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dan sumber dana yang memadai untuk mengelola RPA dan PSAA; dan
c. memiliki sarana dan prasarana yang telah ditentukan dalam Pedoman Pelayanan RPA dan PSAA.
(6) Bentuk layanan di dalam Panti Asuhan dan di luar Panti Asuhan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Pasal 34
(1) Pemerintah Daerah dan masyarakat berkewajiban dan bertanggungjawab memberi perlindungan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus.
(2) Perlindungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. anak korban perdagangan, penculikan dan penjualan;
b. anak korban kekerasan baik fisik dan/ atau mental;
c. anak dalam situasi darurat;
d. anak yang berhadapan dengan hukum;
e. anak korban eksploitasi ekonomi dan/atau seksual;
f. anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
g. anak yang menjadi korban penyalahgunaan alkohol, dan Napza;
h. anak yang menyandang disabilitas; dan
i. anak korban perlakuan salah.
 
Pasal 35
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban perdagangan, penculikan dan penjualan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a, dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan dan rehabilitasi oleh Pemerintah Daerah dan Masyarakat.
(2) Untuk melaksanakan upaya pengawasan dan pencegahan terjadinya perdagangan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah bersama dengan penegak hukum, orang tua, dan masyarakat mengambil langkah-langkah berupa:
a. melakukan pengawasan yang bersifat preventif maupun represif dalam upaya melaksanakan tindakan pencegahan dan penghapusan perdagangan anak; dan/atau
b. melaksanakan sosialisasi dan/atau kampanye tentang pencegahan, penanggulangan dan penghapusan praktek-praktek perdagangan anak.
(3) Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kerjasama di bidang pengawasan, perlindungan, pencegahan dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan daerah lain maupun negara lain yang bersifat bilateral yang dilakukan melalui pertukaran informasi, kerjasama penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Pasal 36
(1) Setiap anak korban perdagangan, penculikan dan penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, berhak memperoleh perawatan dan rehabilitasi baik fisik, psikis maupun sosial.
(2) Perlindungan bagi anak korban perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), dilaksanakan melalui RPSA dan/atau lembaga perlindungan anak lainnya, melalui rujukan dari lembaga pemerintah maupun masyarakat.
(3) Bentuk perlindungan sosial mencakup pelayanan sosial dasar, layanan bimbingan sosial dan keterampilan, layanan kesehatan, manajemen kasus, terapi sesuai kebutuhan, layanan konseling, bantuan hukum, kegiatan rekreatif edukatif, rujukan kepada layanan lainnya sesuai kebutuhan.
 
Pasal 37
(1) Pemerintah Daerah, masyarakat dan orang tua wajib melindungi anak korban tindak kekerasan.
(2) Perlindungan bagi anak korban tindak kekerasan dilaksanakan secara terpadu oleh Pemerintah Daerah, Kepolisian, LSM dan Orsos yang diwujudkan dalam suatu wadah yang ditetapkan oleh Walikota.
 
Pasal 38
(1) Setiap anak korban tindak kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), memperoleh pelayanan rehabilitasi baik fisik, psikis maupun sosial yang diselenggarakan oleh wadah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2).
(2) Bentuk perlindungan sosial bagi anak korban tindak kekerasan yaitu pelayanan sosial dasar, pendidikan, bimbingan agama, pelayanan kesehatan, konseling psikolog, bantuan hukum, kegiatan rekreatif edukatif dan pemberdayaan orang tua anak korban tindak kekerasan.
 
Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah, masyarakat dan orang tua wajib melindungi anak dalam situasi darurat.
(2) Pelayanan bagi anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pelayanan sosial dasar, pendidikan, bimbingan agama, pelayanan kesehatan, konseling psikolog, bantuan hukum, kegiatan rekreatif dan edukatif.
 
Pasal 40
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf d, meliputi anak yang berhadapan dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah, penegak hukum, orang tua, dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
 
Pasal 41
(1) Pemerintah Daerah, penegak hukum, masyarakat dan orang tua, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memberikan perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf e.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: penyebarluasan dan/atau sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak; pemantauan, pelaporan dan pemberian sanksi; dan pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, LSM dan masyarakat dalam penghapusan ekploitasi terhadap anak.
 
Pasal 42
Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf f, dilakukan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri dan menggunakan bahasanya sendiri.
 
Pasal 43
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan Napza sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf g, dan terlibat dalam pemakaian, produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(2) Upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dilakukan oleh Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi di bidang perlindungan anak.
 
Pasal 44
Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf h, dilakukan melalui upaya: perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus; memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu; dan pendampingan sosial.
 
Pasal 45
(1) Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf i, dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(2) Upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis dilakukan oleh Perangkat Daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi dibidang perlindungan anak.
 
Pasal 46
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dalam menuju KLA.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi koordinasi, fasilitasi, bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan.
(3) Pemerintah Daerah Provinsi Riau mendorong, mengarahkan, dan memfasilitasi pelaksanaan kebijakan KLA
 
Pasal 47
Prinsip, prasyarat, langkah-langkah kebijakan, indikator KLA serta peran para pihak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Pasal 48
Pengembangan partisipasi anak dalam perlindungan anak dilakukan untuk meningkatkan kecakapan hidup melalui: penyediaan kesempatan bagi anak untuk terlibat dalam kegiatan pencegahan, pengurangan resiko, dan penanganan; mendorong keterlibatan penyelenggara pendidikan, penyelenggara perlindungan anak, dan lembaga masyarakat dalam pengembangan kemampuan partisipasi anak; dan memfasilitasi pengembangan kemampuan anak dalam berpartisipasi melalui organisasi anak.
 
Pasal 49
(1) Pemerintah Daerah dalam setiap penyusunan kebijakan dan pelaksanaan program/kegiatan yang terkait dengan anak harus memperhatikan dan mengakomodir pendapat anak yang disampaikan melalui forum partisipasi anak atau lembaga partisipasi anak lainnya.
(2) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi terbentuknya forum partisipasi anak.
(3) Forum Partisipasi Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan representasi anak di daerah, baik representasi domisili geografis anak, komponen kelompok sosial budaya anak dan latar belakang pendidikan anak.
(4) Pembentukan Forum Partisipasi Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan KeputusanWalikota.
(5) Lembaga partisipasi anak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah LSM atau lembaga lain yang tugas dan fungsinya untuk melindungi hak anak dan telah terdaftar pada SKPD yang mengkoordinir perlindungan anak.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi anak dalam perlindungan anak ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
 
Pasal 50
(1) Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan perlindungan anak dapat melakukan koordinasi dan kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan lembaga lainnya.
(2) Kerjasama dan koordinasi antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah meliputi konsultasi, koordinasi dan pelaporan.
(3) Kerjasama dan koordinasi antar Pemerintah Daerah lain meliputi kerjasama program, koordinasi, monitoring dan evaluasi serta pengembangan Sistem Perlindungan hak Anak Terpadu.
(4) Kerjasama antara Pemerintah Daerah meliputi pelaksanaan program bersama, pembiayaan, pengembangan fasilitasi, pengembangan sistem perlindungan hak anak terpadu, koordinasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan.
(5) Kerjasama dan koordinasi dengan lembaga lain meliputi pelaksanaan program, pembiayaan, pengembangan fasilitas, pengembangan sistem perlindungan hak anak terpadu serta monitoring dan evaluasi.
 
Pasal 51
Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 diatur dengan Peraturan Walikota.
 
Pasal 52
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem informasi data anak untuk kepentingan evaluasi perlindungan anak.
(2) Data perlindungan anak, meliputi: anak di luar asuhan orangtua; anak dalam situasi darurat; anak yang berhadapan dengan hukum; anak korban kekerasan, baik fisik atau mental; anak korban perlakuan salah dan penelantaran; anak yang hidup/bekerja di jalan; anak korban eksploitasi seksual; pekerja rumah tangga anak;
(3) Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun secara terpilah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem informasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Walikota.
 
Pasal 53
(1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan perlindungan anak dilakukan oleh Walikota .
(2) Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh SKPD yang bertanggung jawab terhadap perlindungan anak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan perlindungan anak diatur dengan Peraturan Walikota.
 
Pasal 54
(1) Walikota mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan perlindungan anak.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD yang bertanggung jawab dalam perlindungan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Pasal 55
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan perlindungan anak dibantu oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah dan/atau lembaga lain yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah, serta didukung oleh instansi vertikal di daerah dan LSM/Orsos.
 
Pasal 56
(1) Pembiayaan pelaksanaan perlindungan anak dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Daerah Provinsi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Daerah dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban mengalokasikan dana dukungan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pembiayaan pelaksanaan perlindungan anak.
 
Pasal 57
(1) Setiap orang dan/atau badan dilarang: melakukan kegiatan perdagangan anak; melakukan tindakan kekerasan terhadap anak; melakukan eksploitasi ekonomi dan/atau seksual terhadap anak;
(2) Lembaga Advokasi dilarang menolak melakukan pendampingan terhadap anak yang membutuhkan perlindungan khusus.
(3) Setiap penyelenggara usaha diskotik, usaha klub malam, usaha bar, usaha karaoke dewasa, usaha pub/rumah musik, usaha panti pijat/massage dan usaha panti mandi uap/sauna dilarang menerima pengunjung anak.
(4) Setiap penyelenggara usaha hotel, usaha motel, usaha losmen, usaha wisma pariwisata dan kegiatan usaha yang sejenis dilarang menyewakan kamar kepada anak tanpa didampingi oleh orang tuanya atau keluarganya yang telah dewasa atau guru pendamping/penanggungjawab dalam rangka melaksanakan kegiatan sekolah atau kegiatan lainnya.
(5) Setiap penyelenggara pendidikan dilarang mengeluarkan anak dari lembaga pendidikan tanpa adanya jaminan terhadap keberlangsungan pendidikan anak.
 
Pasal 58
(1) Setiap orang dan/atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2), ayat (3), ayat (4) atau ayat (5) dikenakan sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.
 
Pasal 59
(1) Selain oleh Pejabat Penyidik, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
 
Pasal 60
(1) Setiap orang dan/atau badan yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) atau ayat (4) selain dikenakan sanksi administratif, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f atau huruf g dipidana dengan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(4) Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tindak pidana lain yang mengakibatkan terganggunya hak-hak anak dikenakan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Tindakan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) adalah kejahatan.
 
Pasal 61
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua produk hukum daerah yang berkaitan dengan Perlindungan Anak dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
 
Pasal 62
Penetapan Peraturan Walikota atau Keputusan Walikota sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini, ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini ditetapkan.
 
Pasal 63
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai.
Penulis:


Tag:Pemko DumaiPerlindungan Anak